Hati-hati Terjebak! Cari Tahu Apa Kamu Ada di Dalam Toxic Relationship
Pada dasarnya semua manusia memiliki keinginan untuk dekat dengan seseorang secara fisik dan emosional. Namun hal tersebut juga merupakan hal yang sulit dan penuh tantangan untuk memiliki hubungan dengan orang lain. Seperti hal lainnya dalam hidup, semua yang berhubungan dengan relationship membutuhkan usaha.
Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, bahkan hubungan paling baik sekali pun tidak selamanya indah. Kita sebagai manusia harus belajar untuk mengakomodasi dan beradaptasi dengan segala ketidaksempurnaan orang lain sebagai manusia. Hal yang sama pun berlaku untuk mereka.
Namun beberapa hubungan memang dapat dibilang cukup sulit dan butuh kerja keras untuk membuat dua orang individu dapat bekerja sama untuk mempertahankan relationship yang dimiliki. Terutama jika relationship yang kita ingin jaga sangat berharga, seperti relationship dengan keluarga, pasangan, dan sahabat.
Apa itu Toxic Relationship
Dalam bahasa Indonesia, toxic relationship berarti hubungan tidak sehat. Secara definisi, toxic relationship adalah suatu hubungan dimana seseorang dalam satu relationship akan merusak orang lain dalam hubungan tersebut secara mental, fisik, atau keduanya.
Toxic relationship ditandai dengan adanya perasaan tidak aman (insecure), ego, dominasi, dan kontrol. Ini lebih dari sekedar hubungan disfungsional; berada di dalam toxic relationship dapat menguras energi dan merusak kepercayaan diri sendiri.
Namun perlu diingat bahwa dibutuhkan dua individu untuk terjadinya toxic relationship. Sebelum mulai menghakimi dan menuduh bahwa seorang individu memiliki perilaku toxic, lihat juga “korban” dari perilaku toxic tersebut, kemudian tanyakan pada diri sendiri:
Kenapa korban masih bertahan di hubungan yang toxic?
Kenapa tidak ada aksi yang dilakukannya dan malah pasrah menerima perlakuan toxic?
Perilaku Toxic (Toxic Behaviour)
Individu dengan perilaku toxic umumnya adalah seseorang yang merasa harus memiliki kontrol penuh atas relationship yang dimilikinya. Berbagi kontrol alias berkompromi tidak ada dalam kamusnya. Sementara korban dari perilaku toxic ini biasanya sangat pasif, baik secara sadar ataupun tidak.
Dalam setiap hubungan, keinginan untuk mendominasi sangatlah wajar, namun untuk orang yang memiliki perilaku toxic, maka ia biasanya tidak akan mau mengalah sama sekali. Perlu diingat bahwa cara orang toxic ini dalam memaksakan kehendaknya mungkin akan tidak langsung jelas terlihat pada awal perkenalan.
Tidak banyak yang menyadari apakah seseorang memiliki perilaku toxic atau tidak karena mereka biasanya merasa bahwa tidak ada yang salah dengan perilaku mereka, terutama jika tidak pernah ada yang menantangnya.
Begitu pun dengan korban dari perilaku toxic itu sendiri, dimana mereka merasa bahwa perilaku toxic tersebut adalah suatu hal yang normal karena paradigma sosial yang ada secara turun temurun, atau memiliki perasaan takut ditinggalkan kalau berani melawan, dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Setiap orang memiliki perilaku toxic untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, dan itu adalah hal yang normal dan manusiawi. Namun perlu diingat bahwa yang membedakan perilaku toxic yang normal dan toxic yang berbahaya adalah pada tingkat keparahan perilaku tersebut dan seberapa sering itu dilakukan.
Alasan mengapa individu toxic dan korban yang bertahan dalam suatu toxic relationship adalah karena rendahnya rasa percaya diri yang berasal dari perasaan tidak aman (insecure): Individu toxic melakukan hal tersebut karena ketakutannya ditinggal oleh pasangannya, sementara korbannya bertahan karena rasa takut ditinggalkan dan tidak bisa mendapatkan orang lain yang lebih baik lagi.
Ada beberapa hal yang dapat kamu lakukan jika terjebak dalam toxic relationship seperti meningkatkan harga diri, rasa percaya diri, komunikasi, dan berani membuat keputusan untuk memperbaiki hubungan ke arah lebih sehat atau meninggalkannya jika tidak ada perubahan.