Pernah nggak sih kamu berpikir, “Perasaan gaji naik terus dan bahkan naik jauh lebih banyak dibanding lima tahun lalu, tapi kok pengeluarannya sama aja. Uangnya abis-abis aja nggak jelas!”. Mungkin kamu salah satu orang yang menjalankan lifestyle creep atau gaya hidup merayap?
Creep di dalam bahasa Indonesia memiliki arti merayap. Istilah ini digunakan karena sesuatu yang merayap biasanya ada tanpa kita sadari, dan ketika kita pada akhirnya menyadarinya, maka biasanya sudah terlambat dan bisa sangat mengejutkan. Seringnya mengejutkan dalam arti negatif atau buruk.
Gaya hidup merayap atau lifestyle creep merupakan fenomena yang muncul dalam dunia keuangan, tepatnya keuangan pribadi. Gaya hidup tipe ini merupakan salah satu hambatan untuk membangun kekayaan dalam bentuk keuangan yang sehat dan stabil, pada jangka panjang.
Lifestyle creep merupakan fenomena gaya hidup yang menyangkut keuangan dan yang paling sering diabaikan. Alasan pengabaian ini tentu saja karena adanya “kebutuhan” dan nilai produk atau jasa yang sebenarnya tidak besar.
Ingat pepatah: sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit? Ini bukan lagi pepatah tentang menabung, tapi juga berlaku untuk pengeluaran atau bahkan hutang.
Apa itu Lifestyle Creep
Lifestyle creep atau gaya hidup merayap terjadi ketika standar hidup seseorang meningkat yang diakibatkan adanya kenaikan dalam pendapatan. Kenaikan pendapatan inilah yang mengubah gaya hidup seseorang ke arah creep; dimana hal (barang atau jasa) yang tadinya mewah, menjadi biasa dan bahkan meningkat ke suatu kebutuhan baru dalam hidup.
Ciri khas gaya hidup merayap adalah adanya perubahan pola pikir dan perilaku yang melihat pengeluaran untuk barang-barang yang tidak penting sebagai hak dan bukannya pilihan.
Hak disinilah adalah pola pikir baru dimana seseorang membeli sesuatu dengan mudah dibandingkan pola pikir lama yang tadinya masih mempertimbangkan apakah itu adalah kebutuhan atau hanya sekedar keinginan. Pola pikir baru inilah saat dimana standar hidup meningkat.
Orang yang menganut gaya hidup merayap ini selalu meningkatkan standar hidupnya seiring dengan kenaikan pendapatannya. Apabila kemudian karena satu dan lain hal pendapatan mereka menurun atau bahkan kehilangan sumber pendapatan akibat PHK, pensiun, atau bangkrut, maka hidup mereka akan sulit karena standar hidup yang sudah tinggi. dan beradaptasi dengan standar hidup baru yang serba kekurangan merupakan hal yang sulit dilakukan.
Lifestyle Creep dalam Kehidupan Sehari-hari
Orang yang menjalani gaya hidup merayap adalah orang yang fokus menjalani hidup hari ini dan kurang memikirkan masa depan atau bahkan masa tua. Dampaknya tentu saja kurangnya kesadaran untuk menabung atau berinvestasi.
Buat kamu yang masih muda, menabung dan investasi sejak dini akan lebih banyak memberi keuntungan dibanding orang-orang yang telat memulai atau menyadari pentingnya memiliki tabungan dan investasi. Namun usia muda juga cukup rentan menjalani gaya hidup ini, terutama jika dunia pergaulannya juga berubah.
Beberapa contoh gaya hidup creep meliputi:
- Menghabiskan sekian ribu rupiah per hari untuk kopi cafe
- Memilih penerbangan kelas satu dibandingkan kelas ekonomi
- Sering makan di luar atau hang out di tempat-tempat hits
- Membeli barang-barang branded
- Menggunakan jasa bersih-bersih online
- Membeli mobil yang lebih bagus dan lebih mahal
Cara Mencegah Lifestyle Creep
Tidak ada yang salah dari keinginan untuk meningkatkan gaya hidup atau membeli sesuatu sebagai bentuk self reward atas kerja kerasmu yang akhirnya berhasil meningkatkan pendapatanmu.
Umumnya orang-orang yang menjalani gaya hidup ini biasanya mudah untuk mengeluarkan uang, hanya karena ia bisa membelinya. Yang lebih buruk lagi adalah masalah gengsi, dimana ketika pendapatan dan jabatan berubah, maka merasa tidak “pantas” jika gaya hidupnya masih sama ketika pendapatan dan jabatan tidak setinggi sekarang.
Terdapat beberapa cara untuk menjaga agar kita tidak menjalani gaya hidup creep ini. Namun cara paling baik untuk mencegah gaya hidup ini adalah pengaturan keuangan (budgeting) yang baik.
Sebagai contoh, kamu dapat menentukan persentase pengeluaran terhadap pendapatan. Misalnya, dalam sebulan kamu mendapatkan pemasukan sebesar 10 juta.
Pastikan 30% dari 10 juta harus masuk ke tabungan atau investasi = Rp. 3 juta.
Sisa 70% = Rp. 7 juta harus kamu bagi-bagi sesuai komponen kewajiban yang harus kamu keluarkan setiap bulan seperti misalnya bayar uang kos, membayar cicilan (kalau ada), membeli pulsa atau paket data, bayar listrik, dan lain sebagainya. Misalnya total semua kewajiban Rp. 4 juta.
Kemudian sisa uang dari pembayaran kewajiban bulanan, sebesar Rp. 3 juta bisa kamu gunakan untuk pengeluaran harian kamu. Misalnya kamu memutuskan bahwa dalam seminggu kamu memerlukan uang sebesar Rp. 500 ribu untuk transport dan uang makan. Maka dalam sebulan kamu membutuhkan uang sebesar Rp 2 juta.
Nah, masih sisa Rp. 1 juta. Uang inilah yang bisa kamu gunakan untuk membeli self reward yang kamu inginkan atau kamu juga bisa menambah tabungan atau investasimu.
Tentunya setiap orang memiliki kebutuhan dan kewajiban masing-masing, dan perhitungan persentase di atas pun dapat disesuaikan kembali tergantung masing-masing orang. Hanya pastikan bahwa kamu tetap harus memiliki tabungan setidaknya tiga kali pendapatanmu perbulan atau 25% dari total pendapatanmu pertahun.
Perlu diingat bahwa tidak ada yang pasti di hidup ini. Sedia payung sebelum hujan adalah salah satu langkah bijak yang bisa kamu terapkan dalam hidupmu.
Jangan hanya karena gengsi lantas kamu merasa bahwa pendapatanmu yang terus meningkat tidak berarti apa-apa karena sama saja selalu habis-habis juga.
Bayangkan saja bagaimana kalau kamu kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba, maka apa yang kamu punya untuk agar tetap bisa menjalankan hidupmu dan keluargamu, sementara menunggu peluang kerja baru?